
Kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton. Sekitar abad ke-10 daratan Sulawesi Tenggara memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan Konawe (wilayah Kabupaten Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten Kolaka) secara umum kedua Kerajaan ini serumpun dan dikenal sebagai suku Tolaki. Dalam artikel ini saya akan membahas secara singkat tentang Kebudayaan masyarakat Tolaki.
1. Sejarah
Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara.mendiami daerah yang berada di sekitar kabupaten Kendari dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe.
Dahulu, masyarakat Tolaki umumnya merupakan masyarakat nomaden yang
handal, hidup dari hasil berburu dan meramu yang dilaksanakan secara
gotong-royong. Hal ini ditandai dengan bukti sejarah dalam bentuk
kebudayaan memakan sagu (sinonggi/papeda), yang hingga kini belum
dibudidayakan atau dengan kata lain masih diperoleh asli dari alam. Raja
Konawe yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Masyarakat
Kendari percaya bahwa garis keturunan mereka berasal dari daerah Yunan
Selatan yang sudah berasimilasi dengan penduduk setempat, walaupun
sampai saat ini belum ada penelitian atau penelusuran ilmiah tentang hal
tersebut. Kini masyarakat Tolaki umumnya hidup berladang dan bersawah,
maka ketergantungan terhadap air sangat penting untuk kelangsungan
pertanian mereka. untunglah mereka memiliki sungai terbesar dan
terpanjang di provinsi ini. Sungai ini dinamai sungai Konawe. yang membelah daerah ini dari barat ke selatan menuju Selat Kendari.2.Budaya/adat
- Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan
lembaga adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih
menyelesaikan secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah
dalam hal sengketa maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam
masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah sengketa tanah, ataupun
pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan mematuhi setiap
putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan masyarakat
yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.- Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan inti dari pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat, dimanapun berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi yang terdepan.
- Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai berikut:
Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”
Artinya :
Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain akan banyak sopan kepadanya.
Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”
Artinya :
Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum adat maka ia akan dikenakan sanksi / hukuman
Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”
Artinya :
Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan kebaikan
- Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu, suka tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat,pesta pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-membantu .
- Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu” (budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki .
3. Tarian adat
Tari Monotambe atau tari penjemputan misalnya merupakan tarian khas Suku
Tolaki yang kerap ditampilkan saat ada event berskala besar untuk
menjemput tamu besar. Misalnya saat pembukaan Festival Tekuk Kendari
(Festek) yang kerap dihadiri beberapa tamu penting dari Jakarta dan
daerahlain. Sebagai catatan Suku Tolaki merupakan penduduk asli Kota
Kendari sebagaimana Suku Betawi di Kota Jakarta.Tarian ini dilakoni oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki sebagai pengawal. Para penari perempuanyya mengenakan busana motif Tabere atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala, dan kalung. Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan dua penari lelakinya memegang senjata tradisional.
b. Tari Lulo (Molulo)
Sementar Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga populer di Kota Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai ajang perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu kehormatan sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan pendatang, dalam hal ini wisatawan.
Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran yang saling menyambung. Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari. Setiap tamu yang tidak bisa menari akan dianjarkan cara melangkah atau menari ala Tari Lulo oleh penari yang mengajaknya hingga terbiasa.
Tari Lulo ini pun kerap ditampilkan pada Festek. Bahkan pada perayaan tersebut, tari ini pernah ditampilkan secara kolosal dengan mengikutsertakan warga kota dan wisatawan yang datang

No comments:
Post a Comment